Sabtu, 01 Maret 2014

KEBERADAAN MADRASAH DI ERA GLOBALISASI


Oleh Drs. E. Rojai



                   Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, dengan keberadaan madrasah sangat membantu masyarakat dalam mengenyam ilmu agama. Pada masa moderen dewasa ini madrasah dapat mengembangkan sayapnya menuju pendidikan yang berbasis IT hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya madrasah unggulan yang terdapat di setiap kota. Orang tidak lagi memandang sebelah mata dengan keberadaan madrasah. Sebagai tantangan ke depan madrasah harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan sekolah-sekolah yang ada di kementeria lain supaya tidak tertinggal. Dengan menjamurnya sekolah-sekolah yang berbasis teknologi seharusnya madrasah tertantang untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai perkembangan jaman.
                  Sebagai bagaian dari madrasah seharusnya Kementerian Agama lebih banyak membuaka sekolah kejuruan (SMK) mungkin kalau di bawah naungan Kementrian Agama yaitu mendirikan MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan) hal ini bertujuan untuk mendidik para siswa yang tamatan MTs atau Pondok Pesantren tidak lagi masuk ke SMK tapi masuk ke MAK hal ini untuk mendorong agar siswa dapat langsung terjun ke dunia kerja dan dapat bersaing dengan siswa yang dari SMP, era globalisasi dewasa ini adalah untuk mendorong siswa agar dapat berdaya guna tidak hanya bergelut dalam ilmu keagamaan atau ilmu pengetahuan dan teknologi juga harus seimbang 
                   Persaingan yang semakin kompetitif di bidang pendidikan telah mendorong para pegiat pendidikan untuk terus berbenah dan meningkatkan pelayanan yang baik terhadap masyarakat.
keberadaan madrasah dewasa ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, dengan kemajuan IPTEK telah banyak mengubah paradigma masyarakat, sehingga perlu keseimbangan dalam berfikir tidak hanya berfikir urusan dunia tapi perlu juga memikirkan akhirat terutama untuk mendidik anak-anak agar tidak tidak terjerembab ke dalam suasana yang semakin tidak menentu. Dengan belajar di madrasah masyarakat akan lebih tenang, karena di madrasah akan diajarkan ilmu tentang keagamaan dan tentunya juga ilmu pengetahuan umum, sebab dengan mata pelajaran yang ada di madrasah akan menjadi filter seandainya anak-anak tersebut akan berbuat yang kurang baik, karena pendidikan agama adalah benteng untuk menghadang laju globalisasi dari sisi negatifnya.
                  Pada suatu ketika Guru Besar UIN Bandung Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir mengatakan, "Kupas telinga saya kalau tidak terbukti bahwa suatu ketika orang akan berduyun-duyun akan mendaftarkan anak-anaknya ke madrasah" Kalau kita simak dari pernyataan Prof. Ahmad Tafsir tersebut sekarang sudah mulai terbukti madrash-madrasah yang ada kebanjuran murid jarang sekarang madrasah yang kekurangan murid, ambil contoh madrasah yang ada di Kabupaten Kuningan Jawa Barat hampir semua madrasah terutama MTs baik negeri maupun swasta tidak kekurangan siswa hal ini menunjukan bahwa masyarakat telah percaya pada madrasah tinggal kita melestarikan kepercayaan itu dengan penuh tanggung jawab dan percaya diri, agar kepercayaan tersebut tidak luntur oleh arus globalisasi yang semakin kompetitif.
                   Semoga saja hanya Allah yang tahu









Jumat, 28 Februari 2014

BENCANA ALAM KETIKA ZAMAN UMAR BIN KHATAB DAN UMAR BIN ABDUL AZIS

Oleh Drs. Ero Rojai




Bencana alam merupakan musibah yang tak bisa kita hindarkan walaupun seorang raja atau Presiden tak bisa mencegah terjadinya bencana alam dan gempa bumi yang sekarang sedang menimpa kita. Gempa bumi dan bencana alam sudah terjadi sejak zaman dulu bahkan ketika zaman Rosulollah.
Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!"
Dari pernyataan di atas jelas bahwa kejadian gempa dan musibah lainnya adalah karena kita sudah tidak ingat lagi pada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan itu merupakan teguran pada kita bahwa kita telah melupakkannya dan tidak lagi berrsyukur dari apa yang telah kita nikmati selama ini.
Setelah Rosulullah wafat gempa dan musibah lainnya terjadi lagi pada zaman Khalifah Umar bin Khotob, sehingga pada kejadian itu Umar bin Khotob teringat akan nabi Muhammad SAW, ketika terjadinya musibah.
Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"

              Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.
Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Kejadian bencana juga menimpa pada zaman khalipah Umar yang lain yaitu Umar Bin Abdul Azis, kejadian itu terjadi karena pengaruh penomena alam dan ulah manusia yang selalu merusaknya dan tak pernah bersyukur padanya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, Amma ba'du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya."

               "Allah berfirman, 'Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan tobat ataupun zakat). Lalu, dia mengingat nama Tuhannya, lalu ia sembahyang." (QS Al-A'laa [87]:14-15).  Lalu katakanlah apa yang diucapkan Adam AS (saat terusir dari surga), 'Ya Rabb kami, sesungguhnya kami menzalimi diri kami dan jika Engkau tak jua ampuni dan menyayangi kami, niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi."
Jika saja kedua Umar  ada bersama kita, mereka tentu akan marah dan menegur dengan keras, karena rentetan "teguran" Allah itu tidak kita hiraukan bahkan cenderung diabaikan. Maka, sebelum Allah menegur kita lebih keras,  inilah saatnya kita menjawab teguran-Nya. Labbaika Ya Allah, kami kembali kepada-Mu. Wallahu a'la
Dari rangkaian peristiwa yang dialami kedua khalifah di atas seharusnya kita dapat mengambil hikmahnya, dengan tidak mengabaikan sang pencipta dan sealu saling toleransi serta menolong kepada sesama, rakyat kita pemimpin kita seharusnya peduli akan kepedulian pada lingkungan dan jangan melupakan sang pencipta agar teguran yang diarah oleh sang kholiq tidak sedahsyat seperti bencana yang selama ini kita alami.





Rabu, 05 Juni 2013

KESEDERHANAAN NABI MUHAMMAD SAW



Drs. Ero Rojai


                Hikmah Isra Mi’raj yang telah kita lakukan ialah melatih diri kita untuk hidup sederhana, menikmati hidup ini dengan penuh empati dengan cara merasakan derita orang lain. Kerinduan  paling dalam yang dirasakan manusia takwa ialah mereguk “ UswatunHasanah”, meneladani hidup sederhana seperti yang dicontohkan Rosullullah SAW.
            Beberapa contoh kesederhanaan Nabi Muhammad SAW  antara lain :
1.      Memenuhi undangan kaum dhuapa dengan penuh cinta, beliau membelai rambut anak-anak yatim dengan penuh kasih sayang.
2.      Ketika Allah menawarkan Gunung Uhud diubah menjadi emas permata, dengan hati yang lembut beliau bersabda“ Allah Huma Ya Allah, jadikanlah hamba lapar sehari dan kenyang sehari. Ketikalapar hamba dapat bersabar, ketika kenyang hamba dapat bersyukur kepadaMu.
3.      Rosullullah tidur beralaskan tikar dari daun kurma kering, ketika bangun goresan tikar itu membekas di wajahnya.
Salah seorang sahabat berkata“ Wahai Rosulullah bila engkau mau kami akan buatkan tempat peraduan “Kemudian Rosul menjawab “ Ada apa dengan dunia ? di dunia ini aku seorang pengembara atau musafir yang berteduh sejenak di bawah pohon, kemudian berlalu meninggalkannya “.
Sabda-sabda Rosullullah SAW mengingatkan kita agar pelatihan spiritual di Bulan Romadhon ini menjadikan kita dapat menguasai diri lahir dan batin. Hidup sederhana bukanlah miskin, belajar lapar bukanlah kelaparan.
Keteladanan lain dicontohkan oleh menantu dan anak Nabi Muhammad Saw  Ali Bin Abi Thalib bersama istrinya Fatimah Azzahra, pada suatu masa beliau berdua terserang penyakit demam tinggi selama berhari-hari, kemudian beliau bernadar seandainya kami disembuhkan dari penyakit ini maka kami akan puasa selama tiga hari berturut-turut. Allah mengabulkan permintaan Ali Bin Abi Tholibdan Ali bin Abi Thalib melaksanakan nadarnya. Pada hari pertama ketika akan berbuka puasa tiba-tiba datang seorang pengemis meminta makan dia menyatakan sudah tiga hari tidak makan, maka Ali Bin Abi  Tholib pun menyerah kan semua makanan untuk pengemis itu maka hari pertama puasa beliau hanya minum air, pada hari kedua juga demikian beliau kedatangan anak yatim yang sangat menghawarirkan maka diserahkan pula makanan untuk buka puasa pada hari kedua ini pula ia berbuka hanya minum air putih, pada hari berikutnya Ali Bin Abi Tholib juga kedatangan seorang musyafir yang sedang mengadakan perjalanan sudah berhari-hari dia tidak makan karena kehilangan bekal maka diberikannya makanan untuk buka puasa kepada musafir itu, untuk hari terakhir puasa nazha ritu dilalui beliau dengan minum air putih. Percis tiga hari Ali dan istrinya hanya minum air putih tanpa makanan. Ini semua merupakan gambaran tentang keteladanan yang dilakukan Ali betapa beliau lebih mementingkan penderitan orang lain dari pada dirinya sendiri inilah yang disebut dengan gambaran kesetiakawanan.
Kalau kita kaitkan pada masa sekarang betapa Uhwatun Hasanah tak lagi menyentuh hati, hidup hanya menghamba dunia, akalnya mati, digelapkan matahati, terpenjara ambisi nafsu tirani, bayangan popularitas, harta dan jabatan. Kalau kehidupan kita di masa sekarang meniru kehidupan nabi niscaya umat manusia tidak akan  berbondong-bondong melaksanakan kesesatan, kemunafikan dan hal-hal yang dapat merusak agama bangsa dan Negara. Kerusakan alam dan banyaknya fakir miskin yang melanda negeri karena kita kurang peduli dan bersikap masa bodoh, rasa empati begitu hilang jauh dari rasa solidaritas.
Beberapa kesederhanaan Nabi yang digambarkan di atas seharusnya menjadi pedoman bagi kita. Kita membayangkan seorang Rosullullah dapat mengelus kepala anak yatim hanya karena rasa saying dan cinta pada umatnya. Kalau kita kaitkan dengan prilaku pejabat kita sekarang, lebih banyak menari di atas kepala orang miskin dan anak yatim dengan cara korupsi meggasak uang rakyat sementara dibelantara sana banyak orang miskin mengaisrizki dengan caramengork-ngorek tong sampah demi sesuap nasi.
Di Bulan Rajab ini marilah kita sisihkan rizki demi rasa empati kita kepada fakir miskin dan anak yatim demi menumbuhkan rasa solidaritas kita pada sesame juga menumbuhkan rasa kesetiakawanan antar umat demi mewujudkan rasa simpati masyarakat.
Rosullullahpernahberpesan“ Sesungguhnya umatku akan selalu dalam kemenangan selama mereka mau makan setelah lapar, berhenti makan setelah kenyang.
Alangkah bahagianya kita apabilamampu meneladani sikap hidup Rosullulloh SAW dan Ali Bin AbiTholib yang istiqomah, tangguh, memiliki ghirah, kaya pengalaman, Kesetiakawanan, tapi sederhana dalam penampilan.